KD 10.1: Memberikan kritik terhadap informasi dari media cetak atau elektronik



Judul Berita                  : Pengelolaan RSBI Harus Transparan
Pokok-pokok berita     :
1.     Kebenaran sekolah berlabel RSBI masih menimbulkan kontroversi
2.     Aturannya, ada 20% kuota yang diperuntukkan untuk siswa dari kalangan tidak mampu, khususnya dari segi finansial. Namun, hal itu masih menjadi pertanyaan besar, apakah kuota tersebut terpenuhi atau tidak.
3.     Untuk masuk di sekolah RSBI, siswa masih harus dibebankan dengan biaya mahal.
4.     Pengelolaan RSBI langsung ditangani oleh kabupaten atau kota masing-masing tanpa melibatkan pemerintah provinsi, dalam hal ini dinas pendidikan provinsi.
5.     Masyarakat menganggap kalau RSBI itu bagus, tapi itu karena bagus pembayaran yang macam-macam karena fasilitasnya yang tidak cukup.
6.     Mutu pendidikan tidak hanya dilihat dari mahal tidaknya sebuah sekolah.
7.     RSBI cenderung dikenal sebagai sekolah mahal dibanding dengan kualitas internasional. Padahal, seharusnya RSBI itu harus berkualitas karena lulusannya akan dipersiapkan untuk melanjutkan studi di luar negeri.
8.     Pendidikan sekarang ada yang berstandar nasional dan internasional. Namun tidak semua sekolah mau kesana karena ada proses seleksi.
9.     Sekolah RSBI dianggap bukan untuk internasional, tetapi hanya untuk orang kaya saja karena bayarannya mahal.
10.                        5 tahun sudah keberadaan RSBI namun tak satupun yang keluar menjadi SBI.



Persoalan yang Menjadi Perdebatan Umum;
RSBI tidak lagi dianggap sebagai sekolah internasional, tetapi dianggap sebagai sekolah mahal yang hanya diperuntukkan bagi orang kaya. Hal ini menyebabkan 20% kuota yang diperuntukkan untuk siswa pandai yang tidak mampu masih dipertanyakan terpenuhi atau tidak. Padahal mutu pendidikan tidak hanya dilihat dari mahal tidaknya sebuah sekolah. Malah seharusnya, lulusan RSBI harus berkualitas karena dipersiapkan untuk melanjutkan studi ke luar negeri. Bahkan, hasil Ujian Nasional kemarin banyak sekolah-sekolah yang bermuculan, hal ini berarti kualitas sekolah RSBI tidak jauh berbeda dengan kualitas SSN (Sekolah Standar Naional). Terbukti, sejak 5 tahun keberadaan RSBI tidak ada satupun yang keluar menjadi SBI. Hal ini menyebabkan kontroversi di masyarakat mengenai penghapusan atau penerusan program sekolah berlabel RSBI. Beberapa menganggap bahwa penghapusan RSBI merupakan keputusan yang tepat karena menganggap peningkatan kualitas sekolah RSBI yang tidak signifikan. Namun beberapa juga menganggap sekolah RSBI tidak perlu dihapuskan, melainkan hanya perlu dilakukan peningkatan kualitas dan perbaikan-perbaikan.




Kritik:
Tanggapan   :
Kami menganggap bahwa keberadaan RSBI selama ini hanyalah menguntungkan pihak tertentu. Terbukti dengan banyaknya pendapat yang menganggap bahwa RSBI bukan lagi sekolah internasional melainkan hanya sekolah mahal yang diperuntukkan bagi orang kaya, karena pada prakteknya, sekolah berlabel RSBI cenderung mengutamakan kelengkapan fasilitas sekolah seperti laptop, computer, AC, LCD di kelas, dan penampilan fisik bangunan sekolah dengan cara menggalang dana dari orang tua siswa dan bukannya meningkatkan proses belajar mengajar. Tentu saja penggalangan dana seperti itu memberatkan bagi siswa yang tidak mampu, belum juga dengan SPP tiap bulannya. Jadi banyak yang menganggap bahwa siswa yang mampu bersekolah di sekolah RSBI adalah dari golongan orang kaya. Sedangkan pada aturannya, RSBI memiliki 20% kuota untuk siswa pandai tapi tidak mampu. Namun, hal itu masih menjadi pertanyaan apakah terpenuhi atau tidak, dan apakah terlaksana atau tidak. Maka dari itu, kami menyimpulkan bahwa kontroversi tentang RSBI ini memang layak terjadi.
Solusi             :
Menurut hasil diskusi kami, sebaiknya program RSBI ditiadakan saja. Sebaiknya sekolah-sekolah di Indonesia disamaratakan saja yaitu SSN atau Sekolah Standar Nasional, karena banyak sekolah-sekolah yang kualitasnya tidak jauh berbeda dengan sekolah RSBI. Apalagi selama ini, keberadaan RSBI lebih dikenal sebagai sekolah mahal yang menampung para siswa dari kalangan menengah ke atas ketimbang sebagai sekolah dengan kualitas internasional padahal yang diperlukan masyarakat dan bangsa ini adalah pendidikan bermutu dan berkualitas, tanpa harus ada embel-embel internasional terlebih lagi dapat dijangkau oleh berbagai kalangan, bukan hanya kalangan menengah ke atas. Kami menganggap bahwa penerapan RSBI itu adalah bentuk diskriminasi pendidikan karena membiarkan siswa tidak mampu yang berprestasi hanya akan mendapatkan sekolah dengan kualitas sisa.

0 Response to "KD 10.1: Memberikan kritik terhadap informasi dari media cetak atau elektronik"

Posting Komentar