Judul Berita : Pengelolaan
RSBI Harus Transparan
Pokok-pokok berita :
1. Kebenaran
sekolah berlabel RSBI masih menimbulkan kontroversi
2. Aturannya,
ada 20% kuota yang diperuntukkan
untuk siswa dari kalangan tidak mampu, khususnya dari segi finansial. Namun,
hal itu masih menjadi pertanyaan besar, apakah kuota tersebut terpenuhi atau
tidak.
3. Untuk masuk di sekolah RSBI, siswa masih harus dibebankan dengan
biaya mahal.
4. Pengelolaan RSBI langsung ditangani oleh kabupaten atau kota
masing-masing tanpa melibatkan pemerintah provinsi, dalam hal ini dinas
pendidikan provinsi.
5. Masyarakat menganggap kalau RSBI itu bagus, tapi itu karena
bagus pembayaran yang macam-macam karena fasilitasnya yang tidak cukup.
6. Mutu pendidikan tidak hanya dilihat dari mahal tidaknya sebuah
sekolah.
7. RSBI cenderung dikenal sebagai sekolah mahal dibanding dengan
kualitas internasional. Padahal, seharusnya RSBI itu harus berkualitas karena
lulusannya akan dipersiapkan untuk melanjutkan studi di luar negeri.
8. Pendidikan sekarang ada yang berstandar nasional dan internasional.
Namun tidak semua sekolah mau kesana karena ada proses seleksi.
9. Sekolah RSBI dianggap bukan untuk internasional, tetapi hanya
untuk orang kaya saja karena bayarannya mahal.
10.
5 tahun sudah
keberadaan RSBI namun tak satupun yang keluar menjadi SBI.
Persoalan yang Menjadi Perdebatan Umum;
RSBI tidak lagi dianggap sebagai
sekolah internasional, tetapi dianggap sebagai sekolah mahal yang hanya
diperuntukkan bagi orang kaya. Hal ini menyebabkan 20% kuota yang diperuntukkan
untuk siswa pandai yang tidak mampu masih dipertanyakan terpenuhi atau tidak.
Padahal mutu pendidikan tidak hanya dilihat dari mahal tidaknya sebuah sekolah.
Malah seharusnya, lulusan RSBI harus berkualitas karena dipersiapkan untuk
melanjutkan studi ke luar negeri. Bahkan, hasil Ujian Nasional kemarin banyak
sekolah-sekolah yang bermuculan, hal ini berarti kualitas sekolah RSBI tidak
jauh berbeda dengan kualitas SSN (Sekolah Standar Naional). Terbukti, sejak 5
tahun keberadaan RSBI tidak ada satupun yang keluar menjadi SBI. Hal ini
menyebabkan kontroversi di masyarakat mengenai penghapusan atau penerusan
program sekolah berlabel RSBI. Beberapa menganggap bahwa penghapusan RSBI
merupakan keputusan yang tepat karena menganggap peningkatan kualitas sekolah
RSBI yang tidak signifikan. Namun beberapa juga menganggap sekolah RSBI tidak
perlu dihapuskan, melainkan hanya perlu dilakukan peningkatan kualitas dan
perbaikan-perbaikan.
Kritik:
Tanggapan :
Kami menganggap bahwa keberadaan RSBI
selama ini hanyalah menguntungkan pihak tertentu. Terbukti dengan banyaknya
pendapat yang menganggap bahwa RSBI bukan lagi sekolah internasional melainkan
hanya sekolah mahal yang diperuntukkan bagi orang kaya, karena pada prakteknya,
sekolah berlabel RSBI cenderung mengutamakan kelengkapan fasilitas sekolah
seperti laptop, computer, AC, LCD di kelas, dan penampilan fisik bangunan
sekolah dengan cara menggalang dana dari orang tua siswa dan bukannya
meningkatkan proses belajar mengajar. Tentu saja penggalangan dana
seperti itu memberatkan bagi siswa yang tidak mampu, belum juga dengan SPP tiap
bulannya. Jadi banyak yang menganggap bahwa siswa yang mampu bersekolah di
sekolah RSBI adalah dari golongan orang kaya. Sedangkan pada aturannya, RSBI
memiliki 20% kuota untuk siswa pandai tapi tidak mampu. Namun, hal itu masih
menjadi pertanyaan apakah terpenuhi atau tidak, dan apakah terlaksana atau
tidak. Maka dari itu, kami menyimpulkan bahwa kontroversi tentang RSBI ini
memang layak terjadi.
Solusi :
Menurut hasil diskusi kami,
sebaiknya program RSBI ditiadakan saja. Sebaiknya sekolah-sekolah di Indonesia
disamaratakan saja yaitu SSN atau Sekolah Standar Nasional, karena banyak
sekolah-sekolah yang kualitasnya tidak jauh berbeda dengan sekolah RSBI.
Apalagi selama ini, keberadaan RSBI lebih dikenal sebagai sekolah mahal yang
menampung para siswa dari kalangan menengah ke atas ketimbang sebagai sekolah
dengan kualitas internasional padahal yang diperlukan masyarakat dan bangsa ini
adalah pendidikan bermutu dan berkualitas, tanpa harus ada embel-embel
internasional terlebih lagi dapat dijangkau oleh berbagai kalangan, bukan hanya
kalangan menengah ke atas. Kami menganggap bahwa penerapan RSBI itu adalah bentuk
diskriminasi pendidikan karena membiarkan siswa tidak mampu yang berprestasi
hanya akan mendapatkan sekolah dengan kualitas sisa.
0 Response to "KD 10.1: Memberikan kritik terhadap informasi dari media cetak atau elektronik"
Posting Komentar