Gadis itu memasuki mobilnya
dengan lunglai, perlahan tangannya bergerak maju menyalakan radio untuk menenangkan
hatinya yang serasa tercabik-cabik.
Baru saja ia ingin memutar kunci,
tiba-tiba tubuhnya menegang sempurna mendengar intro lagu yang mulai mengalun
dari radio mobilnya. Ia menggigit bibir kuat-kuat, berusaha menahan air dari
matanya.
Asin.
Gadis itu menelan darah dari bibirnya,
tidak sadar seberapa kerasnya ia menggigit bibirnya sendiri. ‘Radio sialan!’ Gadis itu mengumpat dalam
hati, namun tangannya sama sekali tidak mampu bahkan hanya untuk menyentuh apalagi
untuk mengganti siaran ataupun mematikan radio itu.
‘Sialan, sialan, sialan!’, gadis itu terus mengumpat dalam hati,
“Kenapa? .. Harus lagu ini?”,
suaranya tercekat.
Tik.
Satu
tetes air jatuh dari matanya.
“Jangan, jangan menangis”, gadis
itu men-sugesti dirinya sendiri, bahkan suaranya tidak terdengar jelas oleh
telinganya sendiri.
Tik.
Satu tetes air lagi-lagi jatuh
dari matanya. Gadis itu menyerah, membiarkan tetes-tetes air dari jatuh dari
bola mata indahnya, membentuk aliran sungai kecil di pipi mulusnya.
Gadis itu terisak, tangannya
mencengkram kemudi mobilnya kuat-kuat hingga buku-buku jarinya memutih.
Pikirannya melayang pada beberapa bulan yang lalu ..
***
20 Desember 2010, Seoul National
Park. 9.37 PM.
‘21.37’
Gadis itu melirik arloji dipergelangan tangan kirinya sambil merenggut
pelan, pemuda disampingnya saat ini menyuruhnya berdandan secantik mungkin
namun hanya membawanya ke tempat seperti ini. Hah, lucu! Bahkan sudah 40 menit
pria itu sibuk melihat bintang-bintang yang tersebar di langit, sama sekali
tidak mengajaknya bicara.
“Kenapa wajahmu seperti itu?”
“..”, gadis itu tidak menjawab, masih merasa kesal pada pemuda
disampingnya.
“Ya! Kenapa kau tidak menjawab ku?”
“..”, masih tidak ada jawaban.
Gadis itu merasakan hangat di kedua pipinya ketika pemuda itu memegang
pipinya dan membuat wajah mereka berdua berhadapan.
“Ya! Kau kenapa?”
“A-aku ..”
“Kau tidak suka tempat ini?”, pemuda itu menarik tangannya dan
memasukkannya ke dalam saku jeans-nya.
“Ani, Oppa. Hanya saja daritadi kau hanya melihat bintang, tidak
mengajakku bicara sama sekali”, gadis itu berkata pelan, malu.
Pemuda itu menarik kedua ujung bibirnya, tersenyum.
“Lalu, kenapa bukan kau yang mengajakku bicara duluan?”
Gadis itu membeku, apa yang harus dijawabnya? Ia tidak tahu sama
sekali.
“Aku ..”
“Tidak usah dipikirkan”, pemuda itu masih terus tersenyum
‘Kenapa dia bisa terus tersenyum seperti itu?’
“Kau .. ingin tahu mengapa aku tidak mengajakmu bicara?”, pemuda itu
bertanya, bukankah tadi dia yang memberikan pertanyaan seperti itu.
Gadis itu hendak membuka mulut, namun suara pemuda itu mendahului suaranya.
“Aku tidak tahu apa lagi yang harus kubicarakan denganmu, Gaeul-a”
“Maksudmu?”, gadis itu mengernyit.
“Saranghae, Gaeul-a”, pemuda itu masih terus tersenyum.
Gadis itu mematung, semburat merah menghiasi
pipi putihnya. Pemuda itu memegang bahunya dan menatap kedua matanya
lekat-lekat.
“Waeyo? Kau tidak percaya? Ku katakan sekali
lagi, sa..”
“Nado saranghae, Donghae Oppa!”, pemuda itu
menarik tubuh gadis dihadapannya, mendekapnya erat.
“Saranghae, Gaeul-ah”, bisik pemuda itu
pelan.
***
Gadis itu semakin
mengeratkan cengkramannya pada kemudi di depannya ketika lagu itu mulai
mengalun.
I'm so glad
you made time to see me
How's life?
Tell me how's your family?
I haven't seen
them in a while
You've been
good, busier than ever
We small talk,
work and the weather
Your guard is
up and I know why
16
Juli 2013, Dongdaemun Market. 12.05 PM.
“Aw ..”, gadis itu mengaduh saat sebuah bahu
menabrak bahu miliknya dengan cukup keras.
“Eo? Mianhae, agasshi. Aku sungguh .. ”,
“O-Oppa?”
Pemuda dihadapannya itu tampak canggung,
namun tetap berusaha tersenyum. Ah, senyum itu, senyum yang amat dikenalnya
bahkan dihafalnya diluar kepala masih tetap tidak berubah.
“Gaeul-a, sudah lama tidak berjumpa”
“Ne, Oppa”
1
2
3
4
5
Selama 5 detik tidak ada yang membuka suara
diantara keduanya.
“Em, bagaimana jika kita mengobrol dulu, Oppa?”,
gadis itu bertanya canggung.
Pemuda dihadapannya melirik arloji yang
melingkar di pergelangan tangan kirinya.
“Boleh, sepertinya aku masih punya waktu 30
menit”
Kona
Beans Café, Seoul
“Bagaimana kabarmu, Oppa?”,
Pemuda dihadapan gadis itu mengangkat kepala
lalu tersenyum ragu. “Baik, kau sendiri?”
“Baik. Bagaimana dengan keluargamu, Oppa?”
“Mereka baik-baik saja”, jawab pemuda
dihadapannya sambil melihat ke jendala kafe yang besar.
Gadis itu tahu, pemuda di hadapannya
berusaha menghindari menatap matanya.
'Cause there's somethin'
in the way you look at me
It's as if my heart knows
you're the missing piece
Ah, gadis itu sangat hafal dering ponsel
itu, dering ponsel pemuda di hadapannya, yang sama sekali tak pernah diubah
oleh pemilliknya.
Pemuda di hadapannya itu mengeluarkan ponsel
dari saku celana kain hitamnya dan menempelkannya pada telinga.
“Yeobeseyo .. ah, ne…. Baiklah, aku akan
kesana sekarang juga ….. Ne, yeobeseyo”, pemuda itu kembali menaruh ponselnya
di saku celana kain miliknya.
“Mianhae, Gaeul-a. Aku harus ke kantor
sekarang juga, akan ada meeting mendadak 15 menit lagi”, ucap pemuda itu sambil
berdiri.
“Ah, ne. Terima kasih sudah menemaniku, Oppa”,
gadis itu ikut berdiri.
“Aku pergi dulu, eo? Annyeong!”, pemuda itu
lalu melangkah meninggalkan meja mereka berdua.
***
Syair demi
syair dinyanyikan sempurna oleh penyanyi internasional itu terus mengalun dari radio
mobilnya, tidak peduli seberapa deras air mata yang keluar dari mata bulat
gadis itu.
'Cause the last time you saw me
Is still burned in the back of your mind
You gave me roses and I left them there to die
Is still burned in the back of your mind
You gave me roses and I left them there to die
19 Desember 2012, Insadong Seoul Museum of History Museum.
05.49 PM.
Gadis itu menghentak-hentakkan kepalanya
mengikuti irama lagu yang mengalun dari headset yang tersambung dengan I-pod
putihnya. Merasa bosan, karena sejak tadi orang yang ditunggunya belum juga
datang.
“Gaeul-a?”, gadis itu sama sekali tidak
mendengar panggilan untuknya, namun ia merasakan colekan pelan di bahunya.
“Kenapa lama sekali, Hyu ..”, gadis itu
membelalakkan matanya ketika ia membalik tubuhnya,pemuda ini, gadis itu sama
sekali tidak menyangka ia akan bertemu pemuda itu disini.
“Hyu?
Siapa itu?”, suara pemuda dihadapannya menyadarkan gadis itu dari pikirannya.
“A-anio, bukan siapa-siapa”
‘Semoga dia terlambat, semoga ..’, batinnya.
Pemuda di hadapannya itu tersenyum manis,
membuat gadis terpaksa tersenyum.
“Kenapa Oppa bisa ada disini?”, tanyanya.
“Tadi aku menelepon Chaerin, adikmu itu
bilang kau mau datang kesini”
“…”, tidak ada jawaban.
“Ini,
aku membawakanmu ini”, pemuda itu lalu menarik tangannya yang tadi ia
sembunyikan dibalik tubuhnya yang tegap.
“Bunga mawar?”, ia mengambil sebuket bunga
yang diberikan oleh pemuda dihadapannya.
“Ne, kau tahu kan besok hari apa?”, pemuda
itu kembali tersenyum, lebih manis dari sebelumnya.
Oh, sial. Tentu saja gadis itu tahu besok
hari apa. Namun, untuk saat ini ia benar-benar tidak ingin diingatkan, takut
akan merasa bersalah pada pemuda itu.
“Tentu saja, Donghae Oppa. Besok tepat 2
tahun hari jadian kita, bukan?”
Pemuda dihadapannya kembali tersenyum,
membuatnya semakin merasa bersalah.
“Aku mengira kau akan melup …”
“Gaeul-a?”, suara itu refleks membuat gadis
itu terkejut hingga membalikkan tubuhnya ke sumber suara.
“Hyukkie-a?”, gadis itu terpaku menatap
pemuda yang baru saja memanggilnya.
“Hyukkie? Siapa dia?”, suara lainnya membuat
gadis itu menoleh.
“Di-dia ..”
“Siapa dia, Gaeul-a?”, pemuda yang baru saja
tiba itu menyela.
“Kalian ..”
“YA! SIAPA SEBENARNYA DIA, CHO GAEUL?”,
pemuda yang dipanggilnya ‘Hyukkie’ itu membentak.
“YA! JAGA NADA BICARAMU PADA
YEOJACHINGU-KU!”, gadis itu menegang.
“Yeojachingu?”
“Ani. Bukan begitu, ini salah paham. Aku
bisa jelaskan”, ia menyela sebelum pemuda itu sempat kembali membuka suara.
“Tidak perlu, tidak ada yang perlu
dijelaskan. Aku akan pergi. Mianhae mengganggu acara kalian berdua, dan Gaeul-a
.. maaf aku tidak bisa menemanimu hari ini”, pemuda yang dipanggilnya ‘Hyukkie’
itu melangkah pergi dengan kesal.
“Apa maksudmu, Gaeul-a?”, pemuda yang masih
berdiri di sana membuka suara, wajahnya mulai menegang.
“A-aku rasa .. hubungan kita cukup sampai
disini saja, Oppa”, ujarnya sambil menahan tangis.
“Gaeul-a ..”
“Setelah ini, jangan pernah menghubungiku
lagi, Oppa. Kita .. sudah berakhir”, ia menarik tangan pemuda dihadapannya dan
meletakkan sebuket mawar itu di tangan pemuda itu lalu berlari menyusul pemuda
lain yang dipanggilnya ‘Hyukkie’
***
Isakannya
semakin keras mengingat kejadian itu. Gadis itu kembali menggigit bibirnya kuat-kuat,
berusaha meredam isakannya yang semakin keras.
So this is me swallowing my pride
Standing in front of you saying, "I'm sorry for that night"
And I go back to December all the time
Standing in front of you saying, "I'm sorry for that night"
And I go back to December all the time
It turns out freedom ain't
nothing but missing you
Wishing that I realized what I had when you were mine
I'd go back to December, turn around and make it all right
I go back to December all the time
Wishing that I realized what I had when you were mine
I'd go back to December, turn around and make it all right
I go back to December all the time
16 Juli
2013, Kona Beans Café, Seoul. 12.15 PM
“Mianhae, Gaeul-a. Aku harus ke kantor
sekarang juga, akan ada meeting mendadak 15 menit lagi”, ucap pemuda itu sambil
berdiri.
“Ah, ne. Terima kasih sudah menemaniku, Oppa”,
gadis itu ikut berdiri.
“Aku pergi dulu, eo? Annyeong!”, pemuda itu
lalu melangkah meninggalkan meja mereka berdua.
Belum 5 langkah, gadis itu bersuara, “Oppa!”,
pemuda itu berbalik.
“Aku … aku … Mianhae, atas kesalahanku
padamu, Oppa. Aku sadar aku salah”, gadis itu menunduk.
Gadis itu masih menunduk, berusaha kuat-kuat
menahan air matanya, ia tersentak saat merasakan kedua tangan pemuda itu
dibahunya. Wajahnya mendongak ketika pemuda itu meraih dagunya.
“Gwaenchana, tidak usah mengungkit yang
lalu-lalu”, pemuda itu mengacak-ngacak rambutnya.
“Aku … sungguh, waktu itu aku salah.
Mianhae, Oppa. Jeongmal mianhaeyo.”
“Tidak apa-apa, aku sudah memaafkanmu, Gaeul-a”
“Aku .. apa yang harus aku lakukan untuk
menebus kesalahanku padamu, Oppa?”
“Sudahlah, kau tidak usah memikirkan hal
itu, lagi pula kau sudah ku anggap adik-ku sendiri, dan oh .. aku lupa
memberitahumu, minggu depan aku akan bertunangan, jadi kau harus datang, eo?”
JDEEEERR!
Gadis itu merasa ada sebuah petir menyambar
telinganya mendengar kata-kata pemuda di depannya. Adik? Tunangan? Pemuda itu
pasti bercanda, seseorang harus mengatakan bahwa pemuda itu sedang bercanda!
Ini sama-sekali tidak lucu.
“Tunangan?”, gadis itu bahkan bisa mendengar
betapa menyedihkannya nada suaranya.
Pemuda itu tersenyum. Hei, lihat! Pemuda
dihadapannya itu bahkan tidak menyadari nada suaranya.
“Ne, lain kali aku akan mengenalkannya
padamu”, pemuda itu masih saja tersenyum
Tik.
Setetes air dari matanya keluar begitu saja.
‘Jangan menangis, jangan menangis’, batinnya
“Ya! Gaeul-a, kau menangis?”, gadis itu
tidak menjawab
Tik.
Setetes lagi jatuh dari pelupuk mata gadis
itu.
‘Kumohon, jangan. Jangan menangis di depan
Donghae Oppa’, bisiknya, masih dalam sanubari.
“Kau kenapa, Gaeul-a?”, nada khawatir itu
justru membuat air matanya kembali menetes, dan kali ini sudah tak bisa
ditahannya lagi.
“Ya! Ya! Kau kenapa menangis, Gaeul-a?”,
“Tidak apa-apa, Oppa”
“Waeyo?”
“Tidak apa-apa, aku baik-baik saja”, gadis
itu berusaha menghapus air matanya, namun sia-sia. Ternyata air matanya itu
tetap belum ingin berhenti.
“Bukan apa-apa, Oppa”, jawabnya sambil terus
berusaha menghapus air matanya.
“Kau …”, pemuda itu menggantungkan
kalimatnya, membuat gadis itu berharap
pemuda itu dapat mengerti perasaannya.
“Jangan-jangan kau terharu karena aku akan
segera bertunangan? Omo, kalau itu kau tidak perlu malu untuk mengakuinya, adik
kecil”, pemuda itu kembali tersenyum.
Harapannya sudah musnah.
“Aku ..”
“Gomawo, Gaeul-a. Kalau kau tidak
memutuskanku waktu itu, mungkin aku tidak akan bertunangan dengan Han Eun Ji”
Gadis itu merasa ia tidak akan pernah berani
berharap lagi. Tangisnya kembali tumpah.
***
These days I haven't been sleeping
Staying up playing back myself leavin'
When your birthday passed and I didn't call
Staying up playing back myself leavin'
When your birthday passed and I didn't call
And I think about summer, all the beautiful
times,
I watched you laughing from the passenger side
Realized that I loved you in the fall
I watched you laughing from the passenger side
Realized that I loved you in the fall
Then the cold came, the dark days when fear crept
into my mind
You gave me all your love and all I gave you was "Goodbye"
You gave me all your love and all I gave you was "Goodbye"
15
Oktober 2012, Mapodaegyo Bridge, Seoul. 5.57 PM.
“Ya! Hyukkie, kau baru pulang dari Amerika setelah
7 tahun tapi sudah berani menggangguku, kubalas kau!”
Gadis itu menciprat-cipratkan air ke pemuda
yang juga sedang melakukan hal yang sama padanya, membuatnya mengingat hal-hal
yang biasa mereka lakukan sewaktu kecil.
“Tolonggg .. aku sangat takut”, pemuda itu
menjulurkan lidahnya sambil terus mencipratkan air pada gadis di depannya.
“Ya! Berhenti sebentar, aku ingin menelepon
Chaerin dulu”, gadis itu berlari dari tepi danau kea rah karpet yang telah ia siapkan
untuk rekreasi tadi. Ia mengambil ponsel dari tas-nya.
Notification: 17 New Alarm!
Gadis itu membuka folder alarm, matanya
tiba-tiba melotot melihatnya.
New
Alarm 15 Oktober 2012 : Donghae Oppa’s Birthday
“15 Oktober? Kenapa aku tidak ingat kalau
hari ini Donghae Oppa ulang tahun?”
Gadis itu mencari kontak Donghae
diponselnya, berniat menelepon pemuda itu.
“Gaeul-a? Kenapa lama sekali?”, teriakan itu
membuatnya terkejut sehingga hampir menjatuhkan ponselnya. Gadis itu
cepat-cepat mengubah niat awalnya untuk menelepon Donghae dan segera menelepon
Chaerin.
‘Aku akan menghubungi Donghae Oppa nanti
malam’
“Yeobeseyo, Chaerin-a ..”
…
Gadis itu mengunci pintu apertemennya lalu memasuki
kamarnya pribadinya. Setelah beres-beres dan membersihkan diri gadis itu
langsung merebahkan dirinya ditempat tidurnya, sama sekali lupa akan niatnya
menelepon Donghae.
Please baby baby baby geu dae ga nae aneh
Numoo do gipi deurowa bo ilga iron nae sujubeun gobaek
Numoo do gipi deurowa bo ilga iron nae sujubeun gobaek
Dering ponsel yang memekakkan telinga itu membuat gadis itu
terbangun, ia meraih ponsel yang diletakkannya di nakas samping tempat
tidurnya.
“Yeobeseyo”, sapanya malas-malasan.
“Yeobeseyo, kau sudah tidur?”, gadis itu tahu betul siapa
yang meneleponnya, namun ia tetap menjawab dengan malas-malasan.
“Ne, Oppa”
“Apa tidak ada hal yang ingin kau ucapkan padaku?”
“Tidak ada, Oppa”, gadis itu dapat mendengar suara helaan
nafas berat di seberang sana, namun ia tetap berusaha tak peduli, sama sekali
lupa pada niat awalnya bahkan untuk sekedar mengucapkan selamat ulang tahun.
“Ya sudahlah, kau lanjutkan saja tidurmu. Mianhae
mengganggumu, Gaeul-a. Jjaljayo”, suara diseberang terdengar berat, namun
sekali lagi .. gadis itu tak peduli.
“Jjaljayo, Oppa”
Klik! Sambungan teleponnya terputus, gadis itu meletakkan
ponselnya ke tempatnya semula lalu memejamkan mata.
***
Tangan
gadis itu bergerak menghapus air matanya, berusaha menegarkan hati karena mulai
saat ini tidak ada lagi yang akan menghapuskan air matanya sendiri.
I miss your tanned skin, your sweet smile,
so good to me, so right
And how you held me in your arms that September night
The first time you ever saw me cry
07 September 2012, 9.05 PM
And how you held me in your arms that September night
The first time you ever saw me cry
07 September 2012, 9.05 PM
“Oppa, kau dimana? ….. Mm, ne. Baiklah aku
menunggumu di halte bus dekat minimarket biasa, oke? ….. Hati-hati, Oppa …..
Ne, yeobeseyo”
Gadis itu memasukkan ponselnya ke saku
jaketnya dan melangkah keluar dari minimarket sambil membawa sebuah plastic bag
yang cukup besar ditangannya. Ia lalu berjalan kearah halte bus yang berada tidak
terlalu jauh dari minimarket sambil bersiul-siul pelan dan mendendangkan
syair-syair lagu kesukaannya.
Gadis itu seketika terkejut saat tiba-tiba
merasakan colekan pelan di bahunya. Refleks, gadis itu menoleh dan melihat
seorang pria tambun berusia sekitar 40-an berdiri tepat di depannya.
Glekk
Gadis itu menelan ludah yang terasa seperti
batu di kerongkongannya, perasaannya tidak enak.
“Ma-mau apa kau, ahjussi?”
“Kau mau kemana, agasshi? Ayo, aku antar!”
“Anio, tidak usah. Aku bisa sendiri”, ia
hendak berbalik, namun tangannya ditahan oleh pria itu.
“Ayolah, agasshi”, pria itu melangkah lebih
dekat padanya, spontan ia melangkah mundur.
“Anio, jangan ganggu aku”
“Ayolah”, pria itu semakin maju
“Anio. TOLONG!!!!!! TOLONG AKU”, ia menjerit
“Jangan berteriak, agasshi. Nanti kita
ketahuan”
“TO … Aww”, gadis itu mengaduh saat
punggungnya membentur dinding di belakangnya.
‘Sial, gang buntu’, batinnya
“Hahhahaha”, pria itu tertawa, “Mau kemana
lagi, agasshi?”, lanjut pria itu.
“Aku …”, pria itu memegang dagunya
“Jebal, jangan ganggu aku, jebal”, gadis itu
mulai terisak
“Lepaskan, lepaskan aku”,
BRUUUKKK
Bunyi hantaman itu terasa menusuk
telinganya. Hampir, hampir saja pria sialan itu berlaku kurang ajar padanya. Gadis
itu tak mampu berdiri lagi, tubuhnya terjatuh di aspal.
BRUUUUKKK
Bunyi hantaman itu terdengar lagi, kali ini
lebih keras dari sebelumnya. Gadis itu tidak terlalu memperhatikan siapa yang
memukul pria itu, yang ia tahu pria itu hampir saja menciumnya, lalu seorang
pemuda yang ia tak tahu siapa itu menarik dan memukul pria itu.
Isakannya semakin keras, tubuhnya bergetar
hebat. Gadis itu mengatupkan kedua telapak tangannya diwajahnya.
BRUUUKK
“Sekali lagi kau menyentuhnya .. Aku tidak
akan segan-segan membunuhmu!!”
Tubuh gadis itu semakin bergetar hebat,
isakan yang keluar dari bibirnya juga semakin keras. Tiba-tiba dia merasa
bahunya dipegang oleh seseorang.
“Gaeul-a ..”
Gadis itu tersentak mendengar suara itu,
suara itu .. suara yang sangat dikenalnya.
“O-Oppa?”, gadis itu menurunkan kedua
tangannya yang menutupi wajahnya.
“Pria sialan itu sudah pergi. Tenanglah, di
sini hanya ada aku”
Gadis itu langsung menarik pemuda itu dan
memeluknya erat, sesaat kemudian tangisnya tumpah.
“Gaeul-a ..”
“Oppa, aku .. aku tidak tahu apa yang akan
terjadi kalau kau tidak datang, Oppa”, isakannya semakin keras.
“Gaeul-a .. Mianhae, mianhae. Ini semua
salahku, aku terlambat menjemputmu. Aku berjanji aku tidak akan melakukannya
lagi”, ucap pemuda itu, pelan, nyaris seperti bisikan sambil menghapus
anak-anak sungai dipipi gadis itu.
***
Maybe this is wishful thinking,
Probably mindless dreaming,
If we loved again I swear I'd love you right...
I'd go back in time and change it but I can't
So if the chain is on your door I understand
Probably mindless dreaming,
If we loved again I swear I'd love you right...
I'd go back in time and change it but I can't
So if the chain is on your door I understand
24 Juli
2013, Renaissance Seoul Hotel’s Ballroom. 8.15 PM
Gadis dengan gaun selutut berwarna putih
tulang itu berjalan pelan diantara kerumunan orang-orang yang menghadiri pesta
ini. Semuanya tampak begitu ceria, begitu bahagia, kecuali dirinya sendiri.
Ia menghirup oksigen sebanyak-banyaknya
ketika tiba dibalkon ballroom hotel yang langsung menghadap ke taman,
membiarkan oksigen itu mengisi seluruh bagian paru-parunya yang kini terasa
sangat sesak.
Gadis itu berani bertaruh, di dalam ballroom
sana pesta sudah dimulai, bahkan kedua orang itu juga mungkin sudah saling
bertukar cincin. Gadis itu kembali menghirup oksigen sebanyak-banyaknya, tak
tahu mengapa kenyataan sebegini pedihnya.
“Gaeul-a?”
Gadis itu membalikkan badan, dipandanginya
pemuda yang kini berdiri dihadapannya.
“Wae? Kau tidak mengingatku?”, pemuda
dihadapannya tersenyum. Astaga, ia baru ingat siapa pemuda ini.
“Kyuhyun Oppa?”
“Ne, ini aku. Bagaimana kabarmu, Gaeul-a?”
“Baik, Oppa. Bagaimana denganmu?”, melihat
pemuda ini ia kembali mengingat pertama kali ia bertemu dengan Donghae, ketika
pemuda ini memperkenalkannya dan berusaha menjodoh-jodohkannya dengan Donghae
yang kini sudah menjadi tunangan gadis yang bahkan tidak dikenalnya sama
sekali.
“Aku juga baik-baik saja, Gaeul-a. Kau sudah
bertemu Hae-ya?”
“Belum, Oppa. Nanti saja, masih banyak tamu”
“Ah, baiklah. Tapi hubunganmu dengan Hae
baik-baik saja kan? Meskipun kau …”
“Baik, Oppa. Tentu saja”, gadis itu
cepat-cepat memotong pembicaraan pemuda dihadapannya, berusaha agar pemuda itu
tidak menyebutkan kata yang akan membuatnya sangat menyesal dan kembali
menangis untuk yang kesekian kali.
“Memangnya kapan kau kembali ke Seoul?”
“Aku pulang dari Amerika sekitar 2 minggu
yang lalu”
‘dan satu minggu yang lalu mendengar berita
yang sangat amat tak ingin kudengar’, sambungnya dalam hati.
“2 minggu yang lalu? Dan kau tidak
memberitahu sepupumu yang keren ini?”
“Mianhae, Oppa. Aku sedang sibuk akhir-akhir
ini”
“Baiklah, kalau begitu aku masuk dulu. Kau
juga jangan terlalu lama di sini, arra?”
“Arraseo, Oppa”
Dan gadis itu kembali sendiri.
Tangan kanannya terangkat menyentuh dadanya
yang terasa sesak, sementara tangan kirinya mencengkram besi pembatas balkon
erat-erat hingga buku-buku jarinya memutih, berusaha menghilangkan sesak yang
teramat menyiksa itu.
Gadis itu kembali menghirup oksigen
sebanyak-banyaknya.
“Gaeul-a?”, suara itu membuat gadis itu
tersentak
“Oppa”, gadis itu tidak membalikkan badan,
namun ia tahu siapa pemuda yang baru saja menyebut namanya itu.
Ia dapat merasakan pemuda di belakannya itu
mendekat, dan beberapa detik kemudian sudah berada di sampingnya. Gadis itu
menurunkan tangan kananya dari dadanya, sehingga kedua tangannya kini
mencengkram besi pembatas balkon dengan sangat erat.
“Kenapa kau tidak masuk ke dalam?”, Tanya
pemuda itu
“Aku .. hanya ingin melihat bintang. Kau
sendiri? Ingin melihat bintang juga?”, mau tak mau ingatan gadis itu kembali pada malam 20
Desember 2011 lalu, sewaktu pemuda disampingnya itu terus melihat bintang tanpa
sedikit pun mengajaknya berbicara, malam ketika pemuda itu menyatakan perasaan
padanya.
“Anio. Aku sudah tidak suka melihat
bintang”, dan jawaban yang keluar dari bibir pemuda itu menohoknya.
***
“Aku menyukai bintang, karena aku
menyukaimu”
“Mengapa, Oppa?”
“Karena kau seperti bintang”
“Seperti bintang?”
“Ne”
“Alasannya?”
“Kalau itu hanya aku yang boleh tahu”, dan
sesaat kemudian mereka berdua tertawa bersama-sama
***
“Anio. Aku sudah tidak suka melihat bintang”
“..”, gadis itu diam, tidak menyangka jawaban
sesederhana itu dapat membuat sesak di dadanya bertambah berkali-kali lipat.
“Ya! Kenapa kau diam saja?”
“Memangnya apa lagi yang harus kukatakan, Oppa?”,
suara gadis itu tercekat.
“Kau tidak ingin mengucapkan selamat
padaku?”, goda pemuda itu sambil tersenyum.
“Ah, mianhae, Oppa. Aku lupa. Selamat atas
pertunangamu”, ujarnya pedih
“Hahaha. Aku hanya bercanda. Tapi gomawo
sudah datang, Gaeul-a”, pemuda itu kembali tersenyum.
“Oppa! Aku .. ingin bertanya!”
“Apa?”
“Apa kau menyesal aku pernah memutuskanmu,
Oppa?”
“Tidak, tentu saja tidak. Justru kalau kau
tidak memutuskanku aku tidak akan pernah bertunangan dengan Eun Ji”, pemuda itu
berkata tenang sambil tersenyum.
“Kau sangat mencintai tunanganmu, ya?”,
ucapnya masih sulit mengucapkan nama gadis lain yang telah mengikat hati pemuda
yang masih sangat dicintainya.
Pemuda itu mengernyit.
“Mengapa kau bertanya begitu?”
“Anio, hanya saja .. apa kau benar-benar
bahagia? Daritadi kau terus saja tersenyum”, ia meringankan nada suaranya
sambil tersenyum, berpura-pura bahagia.
“Hahaha, tentu saja. Aku sangaaaat sangat
bahagia. Aku tidak pernah merasa sebahagia ini sebelumnya”, dan sekali lagi
jawaban pemuda itu kembali menohoknya.
***
“Kau tahu? Saat ini aku sedang benar-benar
bahagia”
“Wae, Oppa?”, gadis itu bertanya, penasaran.
“Karena saat ini aku bisa bersamamu dan kau
adalah pacarku, hahahaha”, pemuda itu tertawa, konyol memang.
“Jangan bercanda, Oppa”, gadis itu pura-pura
tidak percaya, namun bibirnya tidak berhenti merekah senyum.
“Anio, aku tidak bercanda. Aku sangat
bahagia sampai aku merasa tidak akan bisa lebih bahagia lagi setelah ini”
***
“Hahaha, tentu saja. Aku sangaaaat sangat
bahagia. Aku tidak pernah merasa sebahagia ini sebelumnya”,
“Jadi kau tidak bahagia sewaktu bersamaku?”,
gadis itu berkata lirih
“Ya! Kenapa kau berkata begitu? Tentu saja
aku bahagia. Baiklah, aku ralat kata-kataku. Aku sangaaaat sangat bahagia. Aku
tidak pernah merasa sebahagia ini sebelumnya, kecuali aku bersamamu”
Gadis itu tersenyum miris, “Tidak perlu menghiburku,
Oppa. Aku tahu cintamu untukku berbeda dengan cintamu pada eonni, tentu saja
untukku dulu jauh lebih kecil. Karena itulah kau merasa tidak pernah sebahagia
ini sebelumnya”, ucapnya sarkatis.
“Aku benar, kan Oppa?”
Pemuda itu terdiam
“Aku ..”
“Disini dingin, Oppa. Aku mendadak merasa
tidak enak badan. Aku pulang dulu, eo? Nanti undangan pernikahanmu kirimkan
saja ke alamat rumahku yang dulu”, gadis itu berbalik kearah pintu yang
memisahkan antara ruangan ballroom dan balkon.
“Gaeul-a”, panggil pemuda itu.
“Oh iya, Oppa. Sekali lagi selamat atas
pertunanganmu. Aku pulang dulu”
Tik.
Setetes air mata kembali tumpah dari sudut
matanya, cepat-cepat ia berlari meninggalkan pemuda yang masih terdiam di
balkon itu.
‘Bahkan sekarang aku mulai ragu, apakah kau
benar-benar pernah mencintaiku, Oppa?’, bisiknya masih dalam sanubari.
***
24 November
2013, Gereja Katolik Myeongdong Parking Lot. 10.35 AM,
Saat ini.
But this is me
swallowing my pride
Standing in front of you saying, "I'm sorry for that night"
And I go back to December...
It turns out freedom ain't nothing but missing you,
Wishing that I'd realize what I had when you were mine.
I'd go back to December, turn around and make it all right.
I'd go back to December, turn around and change my own mind
Standing in front of you saying, "I'm sorry for that night"
And I go back to December...
It turns out freedom ain't nothing but missing you,
Wishing that I'd realize what I had when you were mine.
I'd go back to December, turn around and make it all right.
I'd go back to December, turn around and change my own mind
Gadis itu terus saja terisak
mendengar lagu yang mengalun dari radio mobilnya. Lagu itu seperti diputar
untuk menyindirnya. Baru saja, baru 5 menit saja ia kembali ke mobilnya,
berniat meninggalkan gereja tempat pemuda itu mengucapkan janji pernikahannya
di depan Tuhan dan orang banyak, meskipun kenyataannya gadis itu pergi begitu
saja sebelum pemuda itu mengucapkan keseluruhan janji itu secara langsung,
takut ia tak akan sanggup menahan sakit dan sesak yang luar biasa disaat yang
bersamaan.
“Oppa,
aku .. aku minta maaf”, ujarnya, entah pada siapa.
“Mianhae,
mianhae, Oppa”,
Gadis
itu kembali menggigit bibirnya kuat-kuat, berusaha meredakan isak tangisnya
saat ingatannya kembali pada kejadian 11 bulan yang lalu, bulan Desember 2012,
ketika ia memutuskan hubungan dengan pemuda itu, pemuda yang baru ia sadari
ternyata sangat ia cintai namun ia korbankan demi pemuda lain yang ditunggunya
karena telah menggoreskan kisah-kisah masa kecilnya bersama yang ia kira ia
cintai. Sangat konyol memang. Dan disaat ia sadar, ternyata ia sudah terlambat.
Ah, bukan. Ternyata ia sudah benar-benar terlambat.
Bahkan
ia sendiri tahu, ia sangat bodoh.
“Mianhae.
Mianhae, Oppa. Mianhae”, ucapnya, masih dalam tangis seiring dengan berakhirnya
lagu itu.
I'd go back to December all the time.
All the time ..
All the time ..
#THE END#
***
Thanks for reading! Please leave any comment in this site or in my facebook account : Indah Nur Afiah, or in my twitter account @IndahNrfh. Don't be plagiator guys! :)
5 April 2014 pukul 23.01
Nice songfict :)
aku suka banget lagu ini.. maknanya dalam..
wktu tu bhrap Taylor bkal bwt MV yg ssuai ma liriknya..
spti crta ini..
tepat spti yg ada d pkiranku..
tp tyta MV nya ga sbgus lgux..
aku suka songfict mu...
sangat ssuai ma yg pernah aku pkirkan.. :)